SEMARANG - Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Muhammad Nuh menegaskan ke depan diharapkan tidak ada
lagi siswa miskin yang ditolak kuliah di sebuah perguruan tinggi. Jangan
ada perguruan tinggi yang mencoba menolak atau men-DO mahasiswanya
hanya karena tidak mampu membayar uang kuliah.
”Kemuliaan kampus bukan diukur dari mewahnya sarana dan prasarana, atau
mobil-mobil yang berseliweran dipakai dosen dan mahasiswanya. Tetapi
diukur dari banyaknya mahasiswa miskin yang diterima kuliah di kampus
itu,” katanya.
Para Kepala Dinas Pendidikan, Kepala Sekolah dan perwakilan guru yang
hadir mendengarkan pengarahan Mendikbud di Gedung LPMP Srondol, sontak
bertepuk tangan. Mereka mendukung kebijakan Menteri yang didasari sebuah
program integrasi sosial dalam bidang pendidikan.
Nuh mengatakan kebijakan itu awalnya karena munculnya tudingan dimana
sekolah atau kuliah hanya untuk kalangan orang kaya saja. Hal itu sangat
merisaukan sehingga pemerintah turun tangan menyediakan bea siswa
khusus bagi orang miskin sebesar Rp 3,9 triliun setiap tahun.
”Itu jumlah tidak sedikit karena dengan dana itu, ribuan anak-anak orang
miskin yang pandai, bisa terbantu kuliah di perguruan tinggi ternama di
negeri ini,” katanya.
Dikatakannya, saat Kemdiknas melakukan survei ke berbagai perguruan
tinggi, ternyata hanya 67 % saja dari mahasiswanya yang berasal dari
kelompok orang kaya. Sisanya dari kaum miskin. Hal ini sangat
memprihatinkan karena mereka terpaksa banting tulang mencukupi
kebutuhannya kuliah.
”Karena itulah kemudian Kemdikbud memutuskan PTN minimal harus menerima
20 % mahasiswa dari kelompok miskin dan mereka dibebaskan dari semua
biaya kuliah. Pemerintah menyediakan bea siswa untuk membiayai mereka,”
tandasnya.
Integrasi Kewilayahan
Selain integrasi sosial yang diharapkan bisa membantu kalangan kurang
mampu menikmati bangku kuliah, Kemdikbud juga membuat program integrasi
kewilayahan. Hal itu mengacu pada disparitas yang sangat tinggi di
wilayah Indonesia.
”Jangankan antarpulau, antara Semarang dengan Cilacap saja bedanya sudah
sangat jauh. Apakah seperti ini akan dibuat sama ? Karena itulah untuk
menampung siapapun anak bangsa dan berasal dari manapun, maka PTN harus
mengalokasikan 60 % bangkunya melalui SNMPTN,” ungkapnya.
Dengan porsi 60 % itu, maka diharapkan siswa dari pelosok juga memiliki
peluang sama besarnya dengan anak-anak kota, masuk ke perguruan tinggi.
Penentuannya ada di pusat sehingga bukan dipilih sendiri oleh perguruan
tinggi tersebut.
Semangat sahabatku
sumber :suara merdeka
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar